News

Penghulu, Sosok Pemimpin Suku di Minangkabau (Bagian 1)

Sumber: Sumbarprov.go.id

IBUWARUNG -- Banyak hal yang bisa ditelusuri dan juga terdapat sejumlah fakta menarik dalam suku bangsa Minangkabau.

Selain penganut kekerabatan matrilineal, Minangkabau juga dikenal dengan sosok penghulu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sosok ini dalam adat Minangkabau adalah seorang pimpinan dalam suatu kaum atau suku.

Penghulu merupakan sebutan kepada ninik mamak pemangku adat.

Sejatinya Penghulu itu adalah sosok laki-laki yang dituakan dalam suatu suku di Minangkabau.

Ia dipilih oleh masyarakat dari kaum atau sukunya sendiri dan menjalankan fungsinya sebagai pemimpin suku urusan adat.

Lebih dari itu, Penghulu memiliki sejumlah tanggung jawab di alam Minangkabau.

Pertama, ia wajib memelihara anggota kaum di sukunya, serta nagari ia bertempat tinggal.

Kedua, Penghulu juga memiliki tanggung jawab untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada masyarakat dalam sukunya.

Dalam bahasa minang disebutkan, "Kusuik manyalasai, karuah mampajaniah."

Drs M D Mansoer menjelaskan defenisi Penghulu, dalam buku Amir Sjarifoedin Tj.A yang berjudul Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam Bonjol.

Penghulu adalah sosok ningrat dari segi jabatan, dengan hak-hak istimewa melekat dalam gelar pusaka yang digunakannya sebagai Penghulu.

Gelar dan fungsi tersebut, menurun kepada kemanakan seperut, satu kaum, atau satu suku yang dipilih sebagai penggantinya.

Sebaliknya, Prof M Nasroen menyebutkan, penghulu adalah "digadangkan makonyo gadang," sebagaimana dikatakan "Tumbuahnyo ditanam. Tingginyo dianjuang.

Gadangnyo diamba." Artinya, jabatan penghulu diperoleh oleh seseorang karena diangkat oleh kaumnya sendiri.

Sebelum dia diangkat dan mengemban jabatan sebagai Penghulu, dia sudah besar dan dihargai oleh masyarakat kaumnya.

Maka dari itu, kelebihannya tersebut membuat pilihan jatuh kepadanya.

Sebagai pemimpin kaum atau suku, Penghulu mesti berjiwa besar dan memiliki pandangan luas dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Hal itu tertuang dalam prinsip berbahasa minang, yaitu "Indak ado kusuik nan indak salasai, karuah nan indak ka janiah."

Sebagai pemimpin dalam kaum atau suku, Penghulu memiliki tiga orang pembantunya, yaitu Manti, Malin, dan Dubalang.

Masing-masing mereka punya tanggung jawab yang berbeda-beda, seorang Manti mengurus administrasi, Malin mengurus bidang keagamaan, dan Dubalang dalam bidang keamanan dan ketertiban.

Seorang Penghulu harus melakukan perbuatan yang baik, dan sebisanya meninggalkan perbuatan yang tidak baik.

Hal tersebut termaktub dalam ungkapan berikut.

"Hilie malonjak, mudiak mangacau. Kiri kanan mamacah parang. Mangusuik alam nan salasai, mangaruah aia nan janiah. Bak paham kambiang dek ulek karano miskin pado budi. barundiang bak sarasah tajun karano takubua dalam hati. Mangubahi lahie jo batin, maninggakan sidiq jo tabalie mamakan cabuah sio-sio, kato nan lalu lalang sajo, bak caro mambaka buluah, rundiang bak marandang kacang sabab lidah tak batulang."

Kesimpulannya, seorang Penghulu harus menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama seperti sirik, maksiat, mencuri, hingga meninggalkan lima rukum islam.

Penghulu juga harus menghindari pekerjaan yang dilarang oleh kaum atau sukunya, termasuk juga memecah belah keluarga.

Apabila ada konflik atau permasalahan yang terjadi di dalam kaum atau sukunya, Penghulu harus menyelesaikannya melalui jalan musyawarah.

Hal tersebut dilakukan demi mencapai kata mufakat. Musyawarah untuk mencapai mufakat juga berdasarkan azas "Saiyo sakato", atau kesepakatan.

Untuk meraih itu, tentunya musyawarah harus berpegang teguh pada prinsip alur dan patut.

Lebih dari itu, penilaian dua hal itu juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi, termasuk waktu, yang tidak selalu sama di setiap zaman.

Artinya, musyawarah adalah jalan untuk mencari mana yang baik bagi penyelesaian masalah, dengan berpedoman pada situasi dan kondisi.