Meta Blokir Ribuan Akun Palsu yang Berbasis di China
IBUWARUNG -- Belum lama ini (30/11/2023), Meta menghapus sekitar ribuan akun palsu yang berbasis di China.
Aksi ini dilakukan oleh penggunanya, dimana mereka menyamar sebagai orang Amkerika dan berusaha menyebarkan konten polarisasi, tentang politik AS dan hubungan AS-China.
Melansir dari BBC, topik yang diposting oleh mereka adalah aborsi, masalah perang budaya, dan bantuan ke Ukraina.
Penghapusan tersebut juga diuraikan dalam laporan ancaman triwulanan yang dirilis pada hari Kamis oleh Meta.
Jaringan yang berbasis di China ini mencakup lebih dari 4.700 akun, dan menggunakan gambar profil serta nama yang disalin dari pengguna lain di seluruh dunia.
Akun-akun tersebut saling berbagi dan menyukai postingan satu sama lain, dan beberapa konten tampaknya diambil langsung dari X.
Dalam beberapa kasus, akun tersebut menyalin dan menempelkan postingan kata demi kata dari politisi AS, baik dari Partai Republik maupun Demokrat.
Tidak hanya itu, hal tersebut juga meliputi mantan Ketua DPR Nancy Pelosi hingga Jim Jordan. Namin, jaringan tersebut tidak menunjukkan konsistensi ideologis.
Meta mengatakan, bahwa ribuan akun palsu tersebut tidak memiliki tujuan yang jelas. Apakah mereka ini punya agenda lain atau sebaliknya.
"Tidak jelas apakah pendekatan ini dirancang untuk memperkuat ketegangan partisan, membangun audiensi di antara para pendukung Politisi ini, atau untuk membuat akun palsu yang membagikan konten asli tampak lebih asli," ungkapnya.
Meta mengatakan, jaringan besar China tersbeut akan dihentikan, sebelum menyebar ke pengguna sebenarnya.
Ben Nimmo, yang memimpin penyelidikan akun palsu tersebut, mengatakan jaringan semacam itu masih kesulitan untuk membangun audiens, tetapi ini hanya sebuah peringatan.
“Aktor ancaman asing berusaha menjangkau masyarakat melalui internet menjelang pemilu tahun depan, dan kita harus tetap waspada,” sebutnya.
Sementar itu, Meta mengatakan bahwa mereka juga menemukan dua jaringan yang lebih kecil, satu berbasis di China dan berfokus pada India dan Tibet.
Satu lagi berbasis di Rusia yang terutama memposting dalam bahasa Inggris, tentang invasi ke Ukraina dan mempromosikan saluran Telegram.
Jaringan Rusia, yang mendorong perusahaan tersebut untuk fokus pada kampanye tidak autentik setelah pemilu tahun 2016, semakin fokus pada perang di Ukraina dan berupaya melemahkan dukungan internasional terhadap Kyiv.
Meta juga mencatat bahwa pemerintah AS berhenti berbagi informasi tentang jaringan pengaruh asing dengan perusahaan tersebut pada bulan Juli.
Ini terjadi setelah keputusan federal sebagai bagian dari kasus hukum mengenai Amandemen Pertama, yang kini sedang dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung.
Kasus ini merupakan bagian dari perdebatan yang lebih besar, mengenai apakah pemerintah AS bekerja sama dengan perusahaan teknologi, untuk membatasi kebebasan berpendapat pengguna media sosial secara berlebihan.